Gus Dur dan toleransi adalah warisan berharga yang terus menyalakan cahaya kemanusiaan di tengah keberagaman bangsa Indonesia. Sosoknya melampaui sekat agama, suku, dan pandangan politik—mewakili nilai-nilai inklusivitas yang relevan hingga hari ini.
“Indonesia ada hingga sekarang karena keberagaman.” – Gus Dur
Kalimat sederhana ini menjadi cerminan nilai hidup Abdurrahman Wahid—lebih dikenal sebagai Gus Dur—yang tak lelah memperjuangkan kemanusiaan dan toleransi. Lebih dari sekadar tokoh agama, Gus Dur adalah simbol keberanian berpikir dan keteguhan hati dalam membela keberagaman.
Gus Dur: Sosok yang Melebihi Gelar Formal
Lahir dari keluarga besar Nahdlatul Ulama, Gus Dur bukan hanya dikenal sebagai ulama dan pemikir Islam progresif, tapi juga sebagai tokoh lintas agama yang disegani. Ia menjelma menjadi figur pemersatu, menjangkau seluruh lapisan masyarakat—dari pesantren hingga istana, dari minoritas hingga mayoritas.
Sebagian orang bahkan meyakini bahwa Gus Dur bukanlah manusia biasa. Sifatnya yang lembut namun tegas, keberaniannya dalam membela yang lemah, serta ketulusannya dalam menjaga kerukunan membuatnya dihormati seperti malaikat yang hadir dalam wujud manusia.
Tidak berlebihan jika kita menyebut Gus Dur dan toleransi sebagai satu kesatuan nilai. Ia bukan hanya mengajarkan pentingnya saling menghargai, tetapi juga mempraktikkannya dengan konsisten sepanjang hidup.
Gus Dur dan Toleransi terhadap Perbedaan sebagai Kekuatan
Dalam pemikiran Gus Dur, perbedaan adalah keniscayaan, bukan halangan. Ia tidak melihat keragaman sebagai sumber perpecahan, melainkan fondasi yang memperkaya kehidupan bersama. Manusia memang diciptakan berbeda—dari suku, bahasa, hingga keyakinan—dan di situlah letak keindahannya.
Toleransi bagi Gus Dur bukanlah jargon politis, melainkan prinsip hidup yang diterapkan dalam keseharian. Ia menempatkan semua manusia di posisi yang sama: sebagai ciptaan Tuhan yang harus dihormati, apa pun latar belakangnya. Dalam praktiknya, Gus Dur dan toleransi hadir tidak hanya dalam ceramah atau buku, tetapi dalam tindakan nyata.
Diplomasi Lintas Agama: Kisah dari Bali
Langkah Gus Dur dan toleransi sangat nyata ketika ia datang ke Bali dan justru mengedepankan silaturahmi lintas kepercayaan, bukan penguatan internal organisasi. Pendekatan seperti ini mencerminkan keyakinannya bahwa dialog sejati lahir dari kedekatan, bukan formalitas. Gus Dur bersilaturahmi ke kediaman para raja Bali—tokoh Hindu yang disegani di sana.
Ia memperkenalkan para tokoh Muslim kepada para bangsawan lokal, menjalin dialog dan kepercayaan. Sikap ini membekas begitu dalam hingga para pemimpin Hindu Bali membuka diri terhadap kehadiran umat Islam. Bagi Gus Dur, cara terbaik menjaga kerukunan adalah dengan membangun kedekatan, bukan sekadar berdiskusi dari jauh.
Islam dan Toleransi dalam Pandangan Gus Dur
Gus Dur meyakini bahwa Islam bukan sekadar sistem hukum, tapi juga jalan hidup yang membawa nilai-nilai universal: keadilan, kasih sayang, dan persaudaraan. Menurutnya, ajaran Islam tidak kaku, tapi adaptif terhadap zaman. Karena itu, toleransi bukan hanya ditujukan untuk sesama Muslim, tapi untuk seluruh umat manusia.
Ia menekankan bahwa agama tidak melarang perbedaan, tapi justru melarang perpecahan yang lahir dari sikap tidak menghargai perbedaan. Inilah mengapa Gus Dur mendorong umat Islam untuk memandang keragaman sebagai anugerah, bukan beban.
Dalam tafsir pemikirannya, Gus Dur dan toleransi menjadi kunci untuk memahami Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Ia menolak pemahaman eksklusif yang memecah belah umat atas nama perbedaan.
Menjadi Teladan di Tengah Retorika
Di zaman di mana pemimpin sering kali berbicara panjang tanpa makna, Gus Dur tampil sebagai sosok yang menghidupi nilai-nilai yang ia ajarkan. Ia tidak sibuk menyusun narasi besar, karena tindakannya sehari-hari sudah cukup untuk menjadi pelajaran.
Kesederhanaan, keberanian, dan integritas Gus Dur menjadikannya tokoh teladan yang pantas disebut sebagai guru bangsa. Ia tidak hanya mengajarkan toleransi, tapi mempraktikkannya—di jalanan, di istana, dan di ruang-ruang perbedaan.
Menyalakan Obor Gus Dur di Hati Kita
Warisan Gus Dur tidak hanya hidup dalam buku atau pidato. Ia hadir dalam setiap tindakan kecil yang menjunjung keberagaman dan kemanusiaan. Di tengah dunia yang makin terpolarisasi, semangat Gus Dur perlu terus dihidupkan—bukan hanya dikenang.
Menghidupkan semangat Gus Dur dan toleransi dalam kehidupan sehari-hari bukan tugas yang mudah, tetapi itulah warisan yang harus terus dijaga. Di tengah dunia yang sering kali gaduh oleh perbedaan, kita diajak untuk menyalakan kembali nilai-nilai inklusif yang telah diteladankannya.
Mari belajar dari Gus Dur, bukan hanya dengan membaca, tapi dengan menjalankan nilai-nilainya dalam kehidupan kita sehari-hari. Wallahu a’lam bisshawab.